Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah: Meneguhkan Gerakan Pencerahan di Era Disrupsi

Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah: Meneguhkan Gerakan Pencerahan di Era Disrupsi

Tepat pada milad ke-113 tahun ini, Muhammadiyah kembali mengajak seluruh warganya untuk merenungkan perjalanan panjang gerakan yang lahir pada 18 November 1912. Di tengah perubahan zaman yang semakin cepat, refleksi ini menjadi penting untuk memastikan bahwa napas perjuangan Muhammadiyah tetap relevan, tajam, dan mampu menjadi suluh pencerahan bagi umat dan bangsa. Milad bukan sekadar peringatan historis, melainkan momentum untuk meneguhkan kembali arah dan nilai dasar gerakan Islam berkemajuan.

Akar Historis: Gerakan Tajdid yang Membuka Peradaban Baru

Kelahiran Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari kegelisahan K.H. Ahmad Dahlan melihat praktik keberagamaan yang stagnan, kemiskinan struktural, dan ketertinggalan umat. Jalan tajdid yang dipilih bukan sebatas purifikasi akidah, tetapi rekonstruksi sosial yang berorientasi pada kebermanfaatan. Pendidikan modern, pelayanan kesehatan, pemberdayaan sosial, hingga ekonomi kerakyatan menjadi penanda bahwa Islam harus menyejahterakan.

Kini, setelah 113 tahun berlalu, ide Ahmad Dahlan untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum terbukti menjadi fondasi strategis bagi kemajuan bangsa. Sekolah, rumah sakit, panti asuhan, perguruan tinggi, dan lembaga filantropi Muhammadiyah tersebar di seluruh Nusantara, bahkan telah merambah ke luar negeri. Semua ini menunjukkan bahwa tajdid adalah energi yang tak pernah padam dalam tubuh persyarikatan.

Muhammadiyah sebagai Gerakan Ilmu, Amal, dan Peradaban

Pada milad ke-113 ini, Muhammadiyah menegaskan diri sebagai gerakan ilmu, gerakan amal, dan gerakan peradaban. Ketiganya saling terkait dan menjadi fondasi arah gerakan ke depan.

Pertama, gerakan ilmu. Muhammadiyah telah membuktikan bahwa peradaban hanya bisa dibangun melalui pendidikan yang mencerahkan akal dan membebaskan cara berpikir. Pengembangan Universitas Muhammadiyah dan Aisyiyah, pusat kajian strategis, serta literasi keagamaan yang berkemajuan menjadi bukti komitmen Muhammadiyah dalam memperluas cakrawala keilmuan umat.

Kedua, gerakan amal. Spirit al-Ma’un yang diwariskan Ahmad Dahlan tetap menjadi arus utama gerakan sosial Muhammadiyah. Program kemanusiaan, penanggulangan bencana, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi terus berkembang. Lembaga seperti Lazismu telah tampil sebagai kekuatan filantropi yang profesional, amanah, dan berdampak nyata.

Ketiga, gerakan peradaban. Muhammadiyah bukan sekadar organisasi dakwah, tetapi aktor peradaban. Konsep Islam berkemajuan menawarkan kerangka nilai bagi masyarakat modern: rasional, toleran, egaliter, dan solutif. Kehadiran Muhammadiyah di panggung global melalui Muhammadiyah Aid, dialog antarperadaban, dan pengembangan cabang luar negeri memperluas kontribusinya bagi dunia.

Tantangan Zaman: Disrupsi Teknologi dan Pergeseran Nilai

Memasuki abad kedua gerakannya, Muhammadiyah menghadapi tantangan baru yang tidak ringan. Disrupsi digital telah mengubah cara belajar, bekerja, beragama, dan berinteraksi. Generasi muda tumbuh dalam ekosistem yang serba cepat, instan, dan hiper-digital. Di sisi lain, arus globalisasi menghadirkan problem degradasi moral, individualisme, dan polarisasi sosial.

Sebagai gerakan dakwah dan tajdid, Muhammadiyah perlu hadir dengan strategi baru yang adaptif tanpa kehilangan prinsip. Sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah harus memperkuat kompetensi abad 21, literasi digital, kecerdasan emosional, serta karakter akhlak mulia. Dakwah digital harus lebih sistematis, kreatif, dan mampu menjangkau generasi Z yang haus akan pendekatan spiritual yang relevan.

Di bidang ekonomi, Muhammadiyah dituntut untuk mengembangkan kemandirian finansial melalui penguatan ekonomi umat berbasis inovasi, kolaborasi, dan teknologi. Gerakan filantropi juga harus merespons tantangan kemiskinan baru, seperti ketimpangan digital dan ketidaksetaraan akses pendidikan.

Meneguhkan Kembali Spirit Al-Ma’un di Era Modern

Salah satu refleksi penting milad ke-113 adalah menghidupkan kembali jiwa al-Ma’un dalam konteks kekinian. Surat ini tidak hanya mengajarkan kepedulian sosial, tetapi juga etos kerja, integritas, dan keberpihakan kepada mereka yang tertinggal (the left behind). Di era hari ini, implementasi al-Ma’un dapat diwujudkan dalam:

1. Menyediakan pendidikan berkualitas bagi keluarga kurang mampu,
2. Mendampingi UMKM agar naik kelas,
3.Membantu kelompok rentan menghadapi dampak digitalisasi,
4.Memperkuat gerakan anti-korupsi dan etika publik,
5.Serta mempromosikan gaya hidup sehat dan religius.

Dengan demikian, al-Ma’un bukan hanya doktrin teologis, tetapi program transformasi sosial yang dapat mengentaskan kemiskinan struktural dan membangun keadilan.

Wajah Muhammadiyah Masa Depan: Modern, Kolaboratif, dan Global

Pada usia 113 tahun, Muhammadiyah memasuki fase historis baru: dari organisasi nasional menjadi global movement. Cabang di Australia, Malaysia, Mesir, dan negara lainnya membuka jalan bagi dakwah Islam berkemajuan di kancah internasional. Ke depan, Muhammadiyah harus tampil sebagai inspirator gerakan Islam moderat yang inklusif, rasional, dan rahmatan lil ‘alamin.

Di dalam negeri, kolaborasi dengan pemerintah, perguruan tinggi, komunitas, dan sektor bisnis perlu dipererat. Era disrupsi menuntut gerakan sosial untuk bekerja lintas batas disiplin agar program-program persyarikatan lebih kuat dan berdampak luas.

Melanjutkan Dakwah Pencerahan

Muhammadiyah telah melampaui satu abad perjuangan dengan catatan yang gemilang: mencerdaskan kehidupan bangsa, memperbaiki kualitas hidup masyarakat, dan mendorong Islam tampil sebagai kekuatan peradaban. Pada milad ke-113 ini, refleksi menjadi penting agar seluruh warga persyarikatan tetap berpegang teguh pada misi suci: menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta.

Tantangan zaman boleh berubah, tetapi kompas perjuangan tetap sama: iman yang murni, ilmu yang mencerahkan, amal yang membebaskan, dan akhlak yang menyejukkan. Dengan spirit tajdid, Muhammadiyah akan terus menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan pencerahan bagi Indonesia dan dunia.

Belum ada Komentar untuk "Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah: Meneguhkan Gerakan Pencerahan di Era Disrupsi"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel