Politik adu domba telah terkenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Bangsa penjajah saat itu menamakannya sebagai devide et impera.
Ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pemerintah penjajahan
Belanda untuk kepentingan politik, militer dan ekonomi. Politik adu
domba digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh
penjajahan Belanda di Indonesia.
Secara prinsip, praktik politik adu domba
adalah memecah-belah dengan saling membenturkan (mengadu domba)
kelompok besar yang dianggap memiliki pengaruh dan kekuatan.
Tujuannya adalah agar kekuatan tersebut terpecah-belah menjadi
kelompok-kelompok kecil yang tak berdaya. Dengan demikian
kelompok-kelompok kecil tersebut dengan mudah dilumpuhkan dan dikuasai.
Unsur-unsur yang digunakan dalam praktik politik jenis ini adalah; 1. Menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah terbentuknya sebuah aliansi yang memiliki kekuatan besar dan berpengaruh, 2. Memunculkan banyak tokoh baru (tokoh boneka?) yang saling bersaing dan saling melemahkan, 3. Mendorong ketidak percayaan dan permusuhan antarmasyarakat, 4. Mendorong konsumerisme yang pada akhirnya memicu timbulnya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Di negara asalnya Belanda, politik devide et impera
sudah lama tak digunakan lagi. Belanda saat ini saat menjunjung tinggi
hak asasi manusia (HAM). Namun justru di Indonesia politik itu nampaknya
masih membekas dalam dan masih saja digunakan. Apalagi setelah era
reformasi yang oleh banyak pihak dinilai salah kaprah. Legislatif
seperti berlawanan dengan eksekutif, partai A saling melemahkan partai
B, begitu sebaliknya dan seterusnya. Padahal, justru seharusnya saling
bekerja sama dan saling memperkuat dan melengkapi.
Siapa saja bisa dijadikan domba aduan, dari
warga masyarakat biasa sampai warga kelas atas bisa jadi objek sasaran.
Sesama pedagang bisa dipicu perpecahan, gara-gara masalah kecil bisa
berkembang menjadi konflik yang besar. Perbedaan agama, suku dan
sebagainya bisa memunculkan percikan api konflik yang bila diberi bensin
segera berkobar menjadi konflik besar. Kita sudah banyak melihat
buktinya terjadi sehari-hari. Media massa seperti bertepuk tangan dan
seolah-olah ikut memberi semangat melihat kejadian ini. Inikah yang
dimaksud dengan reformasi dan demokrasi?
Dalam politik adu domba, konflik sengaja
diciptakan. Perpecahan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terwujudnya
aliansi yang bisa menentang penjajah (imperialisme), entah itu kekuasaan
di pemerintahan, di partai, kelompok di masyarakat, dan sebagainya.
Pihak-pihak atau orang-orang yang bersedia bekerja sama dengan
kekuasaan, dibantu atau dipromosikan, mereka yang tidak bersedia bekerja
sama, segera disingkirkan.
Ketidakpercayaan terhadap pimpinan atau
suatu kelompok sengaja diciptakan agar pemimpin atau kelompok tersebut
tidak tumbuh besar dan solid. Adakalanya tidak hanya ketidakpercayaan,
bahkan permusuhan pun sengaja disemai. Teknik yang digunakan adalah
agitasi, propaganda, desas-desus, bahkan fitnah. Praktik seperti itu
tumbuh subur saat ini.
Di zaman penjajahan Belanda, mereka
menggandeng beberapa pribumi untuk menjadi karyawan mereka, diberi
kehidupan yang layak, tapi sadar atau tidak, mereka dikondisikan untuk
mengkhianati bangsanya sendiri. Raja di satu kerajaan diadu domba dengan
raja lain yang pada akhirnya menimbulkan peperangan dan perpecahan.
Alhasil, saat itu tidak muncul sebuah kerajaan yang besar dan kuat.
Di tengah masyarakat kita dewasa ini, di
tengah era informasi yang sangat liberal, praktik adu domba itu menjadi
tontonan sehari-hari. Kita secara vulgar disuguhi berita-berita tentang
perseteruan antar-kelompok untuk memperebutkan kekuasaan, saling tuding,
saling caci-maki, saling sikut dengan intrik-intrik politik yang sangat
kasar dan kejam. Penggiringan isu, disadari atau tidak, dilakukan
sedemikian rupa untuk saling menghancurkan.
Di era merdeka dan modern seperti saat ini,
tentu kita tidak ingin dijadikan domba aduan oleh siapa pun dan pihak
manapun. Imperalisme maupun neo imperalisme, tidak boleh lagi menjadi
raja di negeri yang kita cintai ini, apalagi di Sumatera Barat negeri
asal penggagas berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Oleh : Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Sumber: http://irwan-prayitno.com/2013/02/politik-adu-domba/
0 Response to "Politik Adu Domba"
Posting Komentar