Revitalisasi Peran Historis Surau dalam Konteks Pendidikan Modern
Surau dalam tradisi Minangkabau bukan hanya rumah ibadah kecil di sudut kampung. Ia adalah simbol peradaban, pusat pendidikan, ruang pembentukan karakter, dan wadah sosial masyarakat. Dari surau, lahirlah generasi ulama, cendekiawan, dan tokoh bangsa yang memberi kontribusi besar dalam sejarah Indonesia. Namun, seiring modernisasi dan perubahan sosial, fungsi surau mengalami penyusutan. Banyak surau kini hanya berfungsi sebagai tempat shalat atau sekadar simbol warisan budaya, tidak lagi berdenyut sebagai pusat pendidikan dan pembinaan generasi muda.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: apakah surau masih relevan di era pendidikan modern yang serba digital ini? Jawabannya tegas: sangat relevan. Bahkan, surau dapat menjadi solusi atas tantangan besar yang dihadapi generasi muda saat ini, mulai dari krisis moral, degradasi karakter, hingga alienasi spiritual di tengah gempuran teknologi.
Ide revitalisasi peran surau ini dilontarkan Dr. Fajar Rizal Ul Haq, MA, wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI dalam suatu kunjungan kerjanya ke Universitas Muhammdiyah (UM) Sumatera Barat Senin (22/9/2025).
Surau
dalam Sejarah Pendidikan Minangkabau
Secara historis, surau memainkan peran vital dalam membentuk identitas masyarakat Minangkabau. Beberapa perannya antara lain, Pertama, Pusat Pendidikan Agama dan Akhlak. Surau menjadi tempat anak-anak belajar membaca Al-Qur’an, fikih, akhlak, hingga tasawuf. Pendidikan di surau bersifat menyeluruh: menanamkan ilmu sekaligus membentuk kepribadian. Kedua, Wadah Pembinaan Generasi Mandiri. Anak laki-laki biasanya tinggal di surau sejak beranjak remaja. Mereka belajar hidup mandiri, disiplin, dan bertanggung jawab. Kehidupan komunal di surau melatih solidaritas sekaligus kemandirian. Ketiga, Tempat Pelestarian Budaya dan Tradisi. Surau juga menjadi arena latihan silek (silat tradisional), randai, dan seni tradisi yang sarat dengan nilai moral. Semua itu menjadikan surau sebagai pusat budaya Islam-Minangkabau. Keempat, Melahirkan Ulama dan Tokoh Bangsa. Banyak ulama besar Minangkabau yang awalnya belajar di surau, sebelum melanjutkan studi ke Mekkah. Bahkan tokoh nasional seperti Buya Hamka mendapat fondasi awal pendidikannya di surau.
Tantangan Surau di Era Modern
Seiring perkembangan zaman, peran surau mengalami degradasi. Ada beberapa faktor penyebabnya: Pertama, Perubahan Pola Asuh dan Pendidikan. Kini anak-anak lebih banyak berinteraksi di rumah atau sekolah formal. Surau tidak lagi menjadi tempat tinggal remaja laki-laki. Kedua, Kurangnya Ketertarikan Generasi Muda. Surau dianggap kuno dan kalah pamor dibanding masjid besar atau pusat kegiatan modern. Ketiga, Sekularisasi Pendidikan. Sekolah lebih menekankan pencapaian akademik, sementara aspek spiritual dan akhlak kurang mendapat porsi memadai. Keempat, Pengaruh Globalisasi dan Media Sosial. Anak muda lebih tertarik pada dunia digital ketimbang duduk bersila di surau mengikuti pengajian atau latihan silat.
Analisis: Mengapa Surau Harus Direvitalisasi?
Konteks pendidikan modern di Indonesia saat ini memperlihatkan adanya kesenjangan. Di satu sisi, kurikulum sekolah terus berkembang dengan penekanan pada literasi, numerasi, dan kompetensi abad ke-21. Namun di sisi lain, fenomena degradasi moral, perundungan, adiksi gawai, dan menurunnya kepedulian sosial makin marak.
Dalam situasi ini, surau sebenarnya bisa menjadi pelengkap sekaligus penyeimbang. Pendidikan formal cenderung mengembangkan aspek kognitif, sementara surau dapat menguatkan dimensi spiritual, moral, dan karakter. Dengan kata lain, surau dapat menjadi “ruang ketiga” setelah rumah dan sekolah, tempat anak muda membangun akhlak, solidaritas, dan identitas diri.
Solusi Revitalisasi Surau
Pertama, Integrasi Surau dengan Pendidikan Formal. Surau perlu dijadikan mitra sekolah dan madrasah. Misalnya, program mengaji sore atau tahfiz bisa dipusatkan di surau dengan bimbingan guru agama dan tokoh masyarakat. Kedua, Digitalisasi Surau. Untuk menarik generasi muda, surau bisa memanfaatkan teknologi. Kajian dari surau dapat disiarkan lewat media sosial, podcast, atau YouTube. Dengan demikian, surau tetap relevan di dunia digital. Ketiga, Program Pembinaan Remaja. Konsep lama anak laki-laki tinggal di surau bisa diadaptasi dalam bentuk baru, misalnya rumah tahfiz, asrama Qur’an, atau pesantren kecil berbasis komunitas. Surau juga dapat mengadakan pelatihan kepemimpinan, literasi, dan kegiatan sosial.
Keempat, Pusat Kebudayaan Islam Lokal. Surau bisa menjadi tempat penguatan budaya Minangkabau yang Islami. Latihan silek, randai, dan kesenian tradisional dapat dikemas ulang dengan pendekatan kreatif agar diminati anak muda. Terakhir, Surau sebagai Basis Ekonomi Umat. Agar lebih berdaya guna, surau dapat menjadi pusat pemberdayaan ekonomi melalui koperasi syariah atau usaha produktif masyarakat. Hal ini akan membuat surau bukan hanya pusat spiritual, tetapi juga pusat ekonomi umat.
Inspirasi dari Masa Lalu, Harapan untuk Masa Depan
Jika kita melihat kembali sejarah, surau telah melahirkan generasi emas Minangkabau yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak mulia. Mereka menjadi ulama, sastrawan, politisi, dan pejuang bangsa. Di tengah tantangan era disrupsi, surau dapat kembali memainkan peran itu—tentu dengan penyesuaian zaman.
Bayangkan bila setiap kampung kembali menghidupkan surau sebagai pusat belajar Al-Qur’an, tempat diskusi anak muda, arena seni budaya, dan basis ekonomi. Maka kita tidak hanya menyelamatkan generasi dari ancaman degradasi moral, tetapi juga membangun masa depan yang berakar pada nilai luhur Islam dan tradisi Minangkabau.
Revitalisasi surau bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan kebutuhan mendesak di tengah krisis spiritual dan moral generasi muda. Pendidikan modern tidak boleh meninggalkan akar kearifan lokal. Justru dengan menghidupkan kembali peran surau, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang holistik: menggabungkan ilmu pengetahuan, akhlak, budaya, dan spiritualitas.
Pepatah Minangkabau mengingatkan kita: “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.” Surau adalah perwujudan dari pepatah itu. Dengan merevitalisasi surau, kita tidak hanya menjaga warisan, tetapi juga menyiapkan generasi berkarakter untuk menyongsong masa depan.
*Tulisan di muat di Harian Padang Ekspress, Sabtu 27 September 2025
Belum ada Komentar untuk "Revitalisasi Peran Historis Surau dalam Konteks Pendidikan Modern"
Posting Komentar