Ungkapan pakar ini tentunya bukan sekedar bicara, melainkan hasil
telaah yang mendalam dan perhatian yang berkelanjutan terhadap
berbagai lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan yang memiliki
output pelaku-pelaku
pendidikan. Kesimpulan ini merupakan penegasan ulang terhadap peranan
strategis pendidikan dalam setiap perubahan krusial.
Sebelumnya Jepang telah mengambil kesimpulan yang sama. Ketika
negeri mereka hancur setelah pemboman Hiroshima dan Nagasaki,
sampai-sampai sang kaisar menyatakan semua aset negara telah habis
kecuali tanah dan air, maka kebijakan terpenting yang diambil adalah
kewajiban belajar 15 tahun bagi rakyatnya dan prioritas penuh terhadap
pendidikan. Hasilnya,
dalam jangka waktu yang tidak lama Jepang berhasil menjadi sebuah
negara industri besar dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.
Bahkan Amerika (sang pembom) kerepotan menghadapinya.
Amerika juga melakukan kebijakan yang sama. Di saat Uni Sovyet
berhasil meluncurkan pesawat Sputnick ke luar angkasa, terjadilah
“sputnick mania” di kalangan rakyat Amerika. Mereka geger, kenapa Uni
Sovyet lebih dulu meluncurkan pesawat ulang aliknya? Kenapa kita
ketinggalan? Presiden AS ketika itu langsung menginstruksikan kepada
menteri pendidikan untuk meninjau ulang kurikulum pendidikan AS, mulai
dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Revisi pun dilakukan.
Hasilnya, tidak sampai 10 tahun AS berhasil mendaratkan manusia pertama
di bulan.
“Aku diutus adalah sebagai seorang pendidik”,
begitu kata Rasulullah dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan Imam Ad Daarimi. Ungkapan Rasulullah ini memiliki pengertian yang
sangat mendalam. Rasulullah saw ditugaskan oleh Allah untuk
menyampaikan risalah Islam, mengajarkannya kepada para sahabat,
memperbaiki aqidah dan moralitas mereka, membina dan membentuk
masyarakat yang berperadaban tinggi, sambung-menyambung sampai akhir
zaman. Beliau dijadikan Allah sebagai Rasul terakhir. Tidak ada kenabian
lagi setelah beliau dan tiada wahyu lagi sepeninggal beliau. Semua
agenda besar membangun peradaban tersebut dilaksanakan Rasulullah SAW
dengan mendidik para sahabatnya.
Kerja-kerja dakwah yang dilakukan Rasulullah kemudian membuktikan
bahwa pendidikan merupakan pilar utama untuk membangun sebuah
peradaban. Generasi terbaik umat ini lahir dari produk Beliau. Para sahabat yang mengecap langsung pendidikan madrasah nabawiyah
muncul sebagai sosok teladan dalam berbagai lini kehidupan. Kokoh
dalam aqidah, tekun dalam ibadah, mulia dalam akhlak, militan dalam
perjuangan, luas dalam wawasan, mandiri dalam kehidupan dan bermanfaat
bagi orang lain serta menjadi rahmat bagi semesta alam. Hasil
pendidikan Rasulullah ini tidak saja teruji dalam kondisi-kondisi
normal, bahkan dalam momen-momen sulit justru mereka sangat konsisten
dengan nilai-nilai pendidikan Rasulullah SAW.
Diantara bukti keunggulan produk tarbiyah Rasulullah pada diri
sahabat di saat-saat sulit adalah ketika masyarakat Madinah goncang
dengan fitnah yang menimpa istri Rasulullah SAW. Bahkan sebagian
sahabat Beliau termakan provokasi kaum munafiqin tersebut. Di saat itu,
terjadilah dialog antara istri Abu Ayyub Al Anshari dengan suaminya
(keduanya merupakan shahabat anshar yang paling awal masuk Islam dan
produk pendidikan Rasulullah). Ummu Ayyub bertanya kepada sang suami,
“Wahai suamiku, seandainya kamu yang Shafwan, apakah kamu akan merusak
kehormatan istri Rasulullah?”. Abu Ayyub menjawab, “Demi Allah, saya
tidak akan pernah melakukannya”. Ummu Ayyub langsung menimpali, “Demi
Allah, sesungguhnya Shafwan jauh lebih baik dari kamu, maka mustahil ia
akan berbuat serong dengan istri Rasulullah”. Lalu ia melanjutkan:
“Seandainya aku yang ‘Aisyah, niscaya aku tidak akan mengkhianati
Rasulullah, sedangkan ‘Aisyah jauh lebih mulia dari pada saya, maka
mustahil ia akan melakukan serong dengan Shafwan”. Dengan logika
sederhana tersebut, seorang sahabat yang terdidik bersama Rasulullah
tidak mudah termakan oleh isu dan propaganda.
Bila menengok realita pendidikan di Indonesia, maka kita akan
bersedih. Sebab kita semakin tertinggal dari negeri-negeri tetangga
yang notabene sama penduduknya dengan negeri ini. Tetapi mereka telah
lebih maju dan berkembang meninggalkan kita. Universitas-universitas
mereka berhasil menembus kelompok 500 besar universitas terbaik di
dunia. Sementara tidak satupun universitas di Indonesia yang menembus
kelompok 2000 universitas terbaik. Kampus-kampus perkuliahan di
Malaysia dan Singapura menjadi pilihan utama sebagian siswa berprestasi
di Indonesia.
Kualitas pendidikan tingkat SLTP dan SLTA kita juga masih sangat
perlu pembenahan. Mulai dari kualitas akademik dan kurikulum,
sarana-prasarana apalagi akhlak dan perilaku. Idealnya, pendidikan yang
baik harus memenuhi kebutuhan spritual, intelektual, serta moral
peserta didik. Konsep pendidikan kita belum mampu melahirkan generasi
yang cerdas sekaligus soleh dan bermoral. Banyak siswa yang bagus dalam
kualitas akademik, tetapi rendah dalam akhlak dan moral. Sebaliknya
juga terjadi, berakhlak mulia tetapi kurang dalam kecerdasan.
Cerita-cerita kecurangan dalam Ujian Nasional sudah menjadi rahasia
umum, namun belum terjadi perubahan dan perbaikan. Malah, modus
kecurangan semakin beragam.
Sudah saatnya bangsa kita membenahi pendidikan dengan serius dan
sungguh-sungguh, agar Indonesia kembali menempati posisi terhormat
bersama bangsa-bangsa lain di dunia. Pendidikan yang baik dan
berkualitas harus menjadi pembicaran semua orang. Opini umum dan
kegalauan semua pihak. Keseriusan pemerintah untuk mengalokasikan
anggaran 20% untuk dunia pendidikan harus betul-betul jujur dan
terlaksana. Masyarakat (baik individu maupun kelompok/LSM) juga harus
berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam memajukan pendidikan di
Indonesia. Wallahu a’lam bishshawab.
0 Response to "Membangun Peradaban Melalui Pendidikan"
Posting Komentar