Setiap anak yang lahir
hakekatnya dalam kondisi fitrah (Islam), kedua orang tuanya yang berperan
menjadikannya Nasrani, Yahudi atau Majusi, demikian Nabi SAW mengabarkan. Hal
ini menandakan bahwa peran orang tua sangatlah strategis dalam pembentukan
karakter seorang anak. Anak ibarat kertas putih yang siap untuk ditulis apa
saja. Terserah orang tuanya mau memberi warna apa kepada kertas putih tersebut.
Teori-teori pendidikan
pun mengacu kepada konsep bahwa proses pembentukan kepribadian, karakter
seseorang harus dimulai dari usia dini. Pepatah minang mengatakan “ketek tabao bao, gadang tarubah tidak”.
Kalau sesuatu sudah menjadi karakter seseorang semenjak kecil, maka sudah besar
akan sulit untuk merobahnya.
Proses pembentukan
karakter diusia dini setidaknya melibatkan tiga aspek penting: Keluarga, Sekolah
dan Lingkungan. Keluarga sebagai basis awal pembentukan kharakter anak. Inilah
sekolah pertama dan utama seorang anak sejak usia bayi sampai usia sekolah.
Disekolah inilah anak dididik, dibina, diberikan contoh teladan oleh orang
tuanya. Didikan, binaan dan teladan yang diberikan kedua orang tua setiap hari
itulah yang akan melekat dan seterusnya yang akan menjadi kharakter ketika anak
sudah menginjak usia dewasa.
Dalam keluargalah nilai
awal kharakter ditanamkan. Kharakter kejujuran, kedisiplinan, kesopanan,
kepedulian, kasih sayang, menghargai, konsep dasar agama, ketuhanan, ibadah
adalah kharakter utama yang seharusnya didapatkan anak dari sekolah yang
bernama keluarga. Karena memang sesungguhnya dalam konsep Islam tugas pokok
dalam pendidikan anak adalah tanggung jawab kedua orang tuanya.
Namun seiring
perkembangan zaman dengan tuntutan kerja dan kesibukan orang tua, maka peran
pembentukan kharakter ini tidak bisa lagi dimainkan sendiri oleh orang tua.
Dengan segala macam alasannya orang tua membutuhkan sekolah dan lingkungan.
Sekolah sebagai
lingkungan kedua seorang anak memiliki peran strategis dalam pembentukan
kharakter anak. Peran ini dimainkan oleh guru dan teman-temannya. Ketika
seorang anak sudah ditanamkan konsep kejujuran oleh orang tua, kemudian dia
masuk dalam komunitas sekolah, maka seharusnya implementasinya akan terlihat ketika
seorang anak jajan dikantin, melaksanakan ujian tanpa menyontek dan lain
sebagainya.
Peran guru disekolah
dalam proses pembentukan kharakter harus dimulai dari keteladanan. Guru yang
berakhlaq mulia akan melahirkan murid yang juga berakhlaq mulia. Sekolah
memiliki tanggung jawab dalam mencetak dan merekrut guru-guru yang memang bisa
menjadi teladan bagi peserta didiknya, bukan guru yang hanya bisa menjadi
pengajar dan transfer ilmu.
Sesungguhnya
pembentukan karakter anak yang sangat efektif bisa dilakukan melalui konsep
ibadah. Inilah mengapa dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menyampaikan bahwa
ketika seorang anak sudah berumur tujuh tahun suruh dia untuk melaksanakan
sholat dan ketika sudah berumur sepuluh tahun belum mau juga melaksanakan
sholat maka orang tua boleh memukulnya tentunya dengan pukulan yang tidak mengakibatkan
cedera.
Hadits ini mengajarkan
kita bahwa pembentukan kharakter anak akan tumbuh dan berkembang dengan ibadah
sholat yang dikerjakan. Dalam sholat ada nilai ketuhanan, akhlaq, kejujuran,
kedisiplinan, kesabaran, dan lain sebagainya.
Hari ini, tentu saja
memilih sekolah yang tidak sekedar memberikan janji agar anak-anak kita menjadi
anak yang pintar, juara kelas, pemenang lomba. Akan tetapi jauh lebih penting
memilih sekolah yang konsen dengan pembentukan nilai-nilai akhlaq anak seperti
kesantunan kepada orang tua, guru dan orang lain, kejujuran dalam semua aspek
kehidupan, kedisiplinan, kepedulian terhadap sesama dan lingkungan. Mampu
beribadah secara benar, melaksanakan sholat, terbiasa melaksanakan sesuatu
dengan konsep ibadah.
Tentu saja setiap orang
tua akan sangat menginginkan anak-anak mereka menjadi generasi rabbani,
generasi yang menjadi penyejuk mata ketika memandangnya (qurrata ‘ayun). Generasi yang lahir dan dididik dengan nilai-nilai
quran sebagaimana suri tauladan mereka Rasulullah SAW ketika ditanya bagaimana
akhlaq beliau, maka Aisyah istri beliau mengatakan akhlaq Rasulullah SAW itu
Alquran. Bahkan diantara penyebab diutusnya rasul adalah untuk menyempurnakan
akhlaq manusia.
Sinergi antara
keluarga, sekolah dan lingkungan menjadi sangat penting dalam pembentukan
kharakter anak. Ketiganya harus sinergi dan bersama-sama mensupport satu sama
lain. Jangan sampai ada perbedaan atau bahkan bertolak belakang yang justru
akan melahirkan anak-anak yang tidak punya prinsip, rapuh dan mudah dipengaruhi
oleh zamannya.
Akhlaq bahkan menjadi
standar kesempurnaan iman seseorang sebagaimana sabda Nabi SAW, diantara tanda
kesempurnaan iman seseorang adalah kebaikan akhlaqnya ditengah manusia. Oleh
sebab itu tidak ada alasan bagi orang tua, sekolah atau lingkungan untuk tidak
menjadikan pendidikan akhlaq (kharakter) ini menjadi prioritas utama dalam
proses pendidikan anak.
“To educate a person in mind and not in morals is to educate
a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak saja dan melupakan
aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat), demikian ungkapan Theodore
Roosevelt mantan Presiden Amerika.
Mahatma Gandi juga pernah mengungkapkan bahwa merupakan dosa
yang sangat fatal ketika pendidikan tidak dilandasi dengan kharakter (education
without character).
Disinilah urgensi
pembentukan kharakter anak ketika mereka dalam usia yang sangat muda, bak kata
pepatah ibarat melukis diatas batu sulit untuk berubah. Namun ketika dilakukan
ketika sudah dewasa ibarat melukis diatas air yang sangat cepat untuk berubah.
Anak adalah amanah yang
diberikan Allah SWT kepada kita semua. Tentu saja kita tidak ingin menyia-nyiakan
amanah ini. Memberikan pendidikan terbaik untuk mereka dengan pendidikan yang
berlandaskan Al Quran dan Sunnah adalah perintah Allah SWT yang harus kita
jalankan. Wallahu’alam bissowab.
0 Response to "Urgensi Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini"
Posting Komentar